Demi matahari dan sinarnya di pagi hari. Demi bulan apabila ia mengiringi. Demi siang apabila ia menampakkan diri. Demi malam apabila ia menutupi. Demi langit serta binaannya. Demi bumi serta penghamparannya. Demi jiwa dengan segala penyempurnaan (ciptaan)-Nya. Allah mengilhami sukma, keburukan dan kebaikan. Beruntunglah siapa yang membersihkannya, rugilah siapa yang mengotorinya.” QS:As-Syams:1-10

Tuesday, 17 November 2009

Si kecil fobiaschool atau overparenting?........III




Belum lama ini kebetulan saya membaca email seorang teman di fahima ttg fobia tehadap sekolah yg ciri2xnya hampir mirif dengan akibat dari overparenting/hyperparenting yg saya baca.

Sebagian artikel yg saya baca ttg fobia sekolah ini yaitu
Fobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau pun hilang ketika “masa keberangkatan” sudah lewat, atau hari Minggu / libur. Fobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14 – 15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapai suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya.

beberapa penyebab fobia sekolah dan school refusal:

1. Separation Anxiety
Separation anxiety
pada umumnya dialami anak-anak kecil usia balita (18 – 24 bulan). Kecemasan itu sebenarnya adalah fenomena yang normal.
Separation anxiety bisa saja dialami anak-anak yang berasal dari keluarga harmonis, hangat dan akrab yang amat dekat hubungannya dengan orangtua. Singkat kata, tidak ada masalah dengan orangtua. Orangtua mereka adalah orangtua yang baik dan peduli pada anak, dan mempunyai kelekatan yang baik. Namun tetap saja anak cemas pada saat sekolah tiba. Tanpa orangtua pahami, anak-anak sering mencemaskan orangtuanya.
Separation anxiety bisa muncul kala anak selesai menjalani masa liburan panjang. Atau bisa juga karna anak yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah,
Banyak orangtua yang tidak sadar bahwa sikap dan pola asuh yang diterapkan pada anak ikut menyumbang terbentuknya dependency (ketergantungan), rasa kurang percaya diri dan kekhawatiran yang berlebihan. Contohnya, sikap orangtua yang overprotective terhadap anak hingga tidak menumbuhkan rasa percaya diri keberanian dan kemandirian. Anak tidak pernah diperbolehkan, dibiarkan atau didorong untuk berani mandiri. Orangtua takut kalau-kalau anaknya kelelahan, terluka, jatuh, tersesat, sakit, dan berbagai alasan lainnya. Anak selalu berada dalam proteksi, pelayanan dan pengawalan melekat dari orangtua.
2. Pengalaman Negatif di Sekolah atau Lingkungan
Mungkin saja anak menolak ke sekolah karena dirinya kesal, takut dan malu setelah mendapat cemoohan, ejekan atau pun di”ganggu” teman-temannya di sekolah. Atau anak merasa malu karena tidak cantik, tidak kaya, gendut, kurus, hitam, atau takut gagal dan mendapat nilai buruk di sekolah. Di samping itu, persepsi terhadap keberadaan guru yang galak, pilih kasih, atau “seram” membuat anak jadi takut dan cemas menghadapi guru dan mata pelajarannya. Atau, ada hal lain yang membuatnya cemas, seperti mobil jemputan yang tidak nyaman karena ngebut, perjalanan yang panjang dan melelahkan, takut pergi sendiri ke sekolah, takut sekolah setelah mendengar cerita seram di sekolah, takut menyeberang jalan, takut bertemu seseorang yang “menyeramkan” di perjalanan, takut diperas oleh kawanan anak nakal, atau takut melewati jalan yang sepi.
3. Problem Dalam Keluarga
Penolakan terhadap sekolah bisa disebabkan oleh problem yang sedang dialami oleh orangtua atau pun keluarga secara keseluruhan. Misalnya, anak sering mendengar atau bahkan melihat pertengkaran yang terjadi antara papa-mamanya, tentu menimbulkan tekanan emosional yang mengganggu konsentrasi belajar. Anak merasa ikut bertanggung jawab atas kesedihan yang dialami orangtuanya, dan ingin melindungi, entah mamanya – atau papanya. Sakitnya salah seorang anggota keluarga, entah orangtua atau kakak/adik, juga dapat membuat anak enggan pergi ke sekolah. Anak takut jika terjadi sesuatu dengan keluarganya yang sakit ketika ia tidak ada di rumah

PENANGANAN
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua dalam menangani masalah fobia sekolah atau pun school refusal.
1. Tetap menekankan pentingnya bersekolah
Para ahli pendidikan dan psikolog berpendapat bahwa terapi terbaik untuk anak yang mengalami fobia sekolah adalah dengan mengharuskannya tetap bersekolah setiap hari (the best therapy for school phobia is to be in school every day). Karena rasa takut harus diatasi dengan cara menghadapinya secara langsung.
2. Berusahalah untuk tegas dan konsisten
Berusahalah untuk tegas dan konsisten dalam bereaksi terhadap keluhan, rengekan, tantrum atau pun rajukan anak yang tidak mau sekolah.dalam bereaksi terhadap keluhan, rengekan, tantrum atau pun rajukan anak yang tidak mau sekolah.
3. Konsultasikan masalah kesehatan anak pada dokter
Jika orangtua tidak yakin akan kesehatan anak, bawalah segera ke dokter untuk mendapatkan kepastian tentang ada/ tidaknya problem kesehatan anak.
4. Bekerjasama dengan guru kelas atau asisten lain di sekolah
Pada umumnya para guru sudah biasa menangani masalah fobia sekolah atau pun school refusal (terutama guru-guru pre-school hingga TK). Guru yang bijaksana, tentu bersedia memberikan perhatian ekstra terhadap anak yang mogok untuk mengembalikan kestabilan emosi sambil membantu anak mengatasi persoalan yang dihadapi – yang membuatnya cemas, gelisah dan takut. Selain itu, berdiskusi dengan guru untuk meneliti faktor penyebab di sekolah (misalnya diejek teman, dipukul, dsb) adalah langkah yang bermanfaat dalam upaya memahami situasi yang biasa dihadapi anak setiap hari.
5. Luangkan waktu untuk berdiskusi/berbicara dengan anak
Luangkan waktu yang intensif dan tidak tergesa-gesa untuk dapat mendiskusikan apa yang membuat anak takut, cemas atau enggan pergi ke sekolah. Hindarkan sikap mendesak atau bahkan tidak mempercayai kata-kata anak.
Orangtua pun dapat mengajarkan cara-cara atau strategi yang bisa anak gunakan dalam menghadapi situasi yang menakutkannya. Lebih baik membekali anak dengan strategi pemecahan masalah daripada mendorongnya untuk menghindari problem, karena anak akan makin tergantung pada orangtua, makin tidak percaya diri, makin penakut, dan tidak termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
6. Lepaskan anak secara bertahap
Lepaskan anak secara bertahap, misalnya pada hari-hari pertama, orangtua berada di dalam kelas dan lama kelamaan bergeser sedikit-demi sedikit di luar kelas namun masih dalam jangkauan penglihatan anak.
7. Konsultasikan pada psikolog/konselor jika masalah terjadi berlarut-larut
Jika anak tidak dapat mengatasi fobia sekolahnya hingga jangka waktu yang panjang, hal ini menandakan adanya problem psikologis yang perlu ditangani secara proporsional oleh ahlinya.
Sumber: www.E-Psikologi.com
Semua uraian diatas hampir persis dengan yg saya alami,begitu juga cara ngatasi semua itu.Yang harus saya perbaiki sekarang adalah pola asuh yg saya terapkan.Karna saya terlalu membuat sikecil "terlalu nyaman dirumah".
Setelah semua2x kejadian ada kejadian lucu 2 hari yg lalu,
"dik,udah tidur aja ngga usah sekolah,"goda saya
"mama ini gimana sih,kalo akram ngga sekolah nanti akram ngga tau apa2x dong,ngga pintar dong,mama salah ye...",jawab akram so ngurui mamanya.
weiiiiii....
(hyperparenting-nya lain kali ya')

No comments:

Post a Comment

Terimakasih ya atas komentarnya ^_^